Pemilu ini
bertujuan untuk memilih anggota-anggota
DPR dan Konstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260,
sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah
14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Pemilu
berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu
pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 10 partai politik. Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi,
Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.
Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.
Pemilu-Pemilu
berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto.
Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu Orde Baru. Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975,
Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan
Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu
berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru,
yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni
1999) di bawah pemerintahan Presiden
BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.
Lima besar
Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai
Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat
Nasional.
Walaupun
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan
suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari
partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan
Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon
presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya
bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan
presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.
Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan
rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara pemilihannya
benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat dapat
memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden dan wakil
presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui Presiden).
Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak
dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) — pada pemilu ini, yang dipilih
adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon
presiden dan calon wakil presiden secara terpisah.
Pahun 2009 merupakan tahun Pemilihan Umum (pemilu) untuk Indonesia. Pada
tanggal 9 April, lebih dari 100 juta pemilih telah memberikan suara mereka
dalam pemilihan legislatif untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pada tanggal 8 Juli, masyarakat Indonesia sekali lagi akan memberikan suara
mereka untuk memilih presiden dan wakil presiden dalam pemilihan langsung kedua
sejak Indonesia bergerak menuju demokrasi di tahun 1998. Jika tidak ada calon
yang mendapatkan lebih dari 50 persen suara, maka pemilihan babak kedua akan
diadakan pada tanggal 8 September.
Hasil pemilihan anggota DPR pada tanggal 9 April tidak banyak memberikan
kejutan. Mayoritas masyarakat Indonesia sekali lagi menunjukkan bahwa mereka
lebih memilih partai nasional dibandingkan partai keagamaan. Tiga partai yang
mendapatkan jumlah suara terbanyak bukan merupakan partai keagamaan dan mereka
adalah Partai Demokrat (PD) dengan 20,8 persen perolehan suara, Golkar dengan 14,45
persen perolehan suara, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan
14,03 persen perolehan suara. Empat partai Islam – Partai Keadilan Sejahtera
(PKS), Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai
Kebangkitan Nasional (PKB) masing-masing hanya memperoleh 7,88 persen; 6,01
persen; 5,32 persen; dan 4,94 persen suara. Dua partai lainnya (Gerindra dan
Hanura), yang juga bukan merupakan partai agama, memperoleh 4,46 persen dan
3,77 persen suara.
Pemilu tanggal 9 April juga mengurangi jumlah partai yang duduk di DPR.
Hanya sembilan partai yang disebutkan di atas yang mendapatkan kursi di DPR.
Sementara 29 partai lainnya gagal mencapai ketentuan minimum perolehan suara
pemilu sebesar 2,5 persen dan tidak mendapatkan kursi di DPR. Hal ini
diharapkan mengurangi jumlah partai politik yang akan bersaing untuk pemilu
tahun 2014.
Namun dalam hal kualitas pengelolaan pemilu, pemilu 2009 disebut sebut
sebagai pemilu yang terburuk selama sejarah Indonesia.
Nah bagaimana dengan pemilu 2014. Pemilu 2014
akan di ikuti oleh 10 Partai politik nasional dan ditambah dengan 3 partai
politik lokal (khusus Aceh). Pastinya hasil dari pemilu 2014 akan kita
nantikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar